G. K. Chesterton oor Indonesies

G. K. Chesterton

naamwoord

conservative English writer of the Roman Catholic persuasion; in addition to volumes of criticism and polemics he wrote detective novels featuring Father Brown (1874-1936)

Vertalings in die woordeboek Engels - Indonesies

Chesterton

naamwoord

G. K. Chesterton

naamwoord

Gilbert Keith Chesterton

naamwoord

voorbeelde

Anthony Berkeley was instrumental in setting up the club, and the first president was G. K. Chesterton.
Anthony Berkeley adalah tokoh penting dalam pembentukan klub tersebut, dan presiden pertamanya adalah G. K. Chesterton.

The television program, G. K. Chesterton: The Apostle of Common Sense, appears on EWTN.
Program televisi yang populer dengan judul G. K. Chesterton: The Apostle of Common Sense ditayangkan di EWTN.

G. K. Chesterton criticized Islam as a derivative from Christianity.
GK Chesterton mengkritik Islam sebagai turunan dari agama Kristen.

When G. K. Chesterton died in 1936, Knox delivered a panegyric for his Requiem Mass in Westminster Cathedral.
Ketika G. K. Chesterton wafat pada tahun 1936, Knox menyampaikan panegirik dalam Misa Requiemnya di Katedral Westminster.

Thus G. K. Chesterton wrote: "The pagan set out, with admirable sense, to enjoy himself.
Karena itu G. K. Chesterton menulis: "Penganut pagan berpikiran, dengan pengertian yang sangat baik, untuk mencari kenikmatan bagi diri sendiri.

He was the younger brother of G. K. Chesterton, and a close associate of Hilaire Belloc.
Cecil adalah adik dari G. K. Chesterton, dan salah seorang rekan dekat Hilaire Belloc.

G. K. Chesterton's The Napoleon of Notting Hill (1904) is also set in this year.
The Napoleon of Notting Hill (1904) karya G. K. Chesterton juga diluncurkan pada tahun tersebut.

Among the reprints it has issued are works by G. K. Chesterton and Hilaire Belloc.
Di antara terbitan-terbitannya yang telah dicetak ulang adalah karya-karya G.K. Chesterton dan Hilaire Belloc.

Another famous apologist, G. K. Chesterton, wrote in the early twentieth century about the benefits of religion and, specifically, Christianity.
Ahli apologetika kenamaan lainnya, G. K. Chesterton, menulis pada permulaan abad ke-20 tentang manfaat-manfaat agama, teristimewa agama Kristen.

G. K. Chesterton in 1911 published a poem, Lepanto, in which he dubbed Don John "the last knight of Europe".
G. K. Chesterton dalam puisinya yang diterbitkan pada 1911, Lepanto, menjuluki Don Juan sebagai "Ksatria Eropa terakhir".

She was the wife of G. K. Chesterton and had a large role in his career as amanuensis and personal manager.
Ia adalah istri G.K. Chesterton dan memiliki peranan penting dalam karier Chesterton sebagai amanuensis dan manajer pribadinya.

P. G. Wodehouse once described a very loud crash as "a sound like G. K. Chesterton falling onto a sheet of tin".
P. G. Wodehouse pernah mendeskripsikan suatu kecelakaan yang sangat keras suaranya sebagai "suara seperti G. K. Chesterton jatuh ke selembar timah".

Knox's conversion to the Catholic faith was influenced in part by the English writer G. K. Chesterton, before Chesterton himself became Catholic.
Konversi Knox ke dalam iman Katolik Roma sebagian dipengaruhi oleh penulis Inggris yang dikenal dengan sebutan G. K. Chesterton, sebelum Chesterton sendiri menjadi penganut Katolik.

In 1908 he published an anonymous biography of his better-known brother, G. K. Chesterton, a Criticism, but his authorship was quickly discovered.
Pada tahun 1908, ia menuliskan sebuah biografi anonim tentang kakaknya yang lebih terkenal daripada dia, G. K. Chesterton, a Criticism, namun kepengarangannya segera diketahui.

On the novella, the author G. K. Chesterton wrote "The beauty and blessing of the story ... lie in the great furnace of real happiness that glows through Scrooge and everything around him. ...
Di novela karyanya, penulis G. K. Chesterton menulis: "Keindahan dan berkah dari cerita ini ... terletak di tungku besar kebahagiaan nyata yang bersinar melalui Ebenezer dan segala sesuatu di sekitarnya. ...

G. K. Chesterton, a Roman Catholic convert from the Church of England, predicted More "may come to be counted the greatest Englishman, or at least the greatest historical character in English history."
G. K. Chesterton, seorang konver Katolik Roma dari Gereja Inggris, mengatakan bahwa More "dapat diperhitungkan sebagai orang Inggris terbesar, atau paling tidak tokoh historis terbesar dalam sejarah Inggris."

Reading G. K. Chesterton’s The Everlasting Man during his honeymoon in Rome profoundly changed his life and inevitably led to research into the Early Church Fathers and the history of the Catholic Church.
Dalam pengakuannya, membaca The Everlasting Man karya G. K. Chesterton selama berbulan madu di Roma sangat mengubah hidupnya dan ia terdorong untuk melakukan penelitian seputar para Bapa Gereja awal dan sejarah Gereja Katolik.

The series is designed to help viewers discover and rediscover G. K. Chesterton, to be challenged by his ideas, to see the completeness of his thought, and to experience the joy and depth of his faith.
Disebutkan bahwa serial tersebut dirancang untuk membantu pemirsa menemukan dan kembali menemukan G. K. Chesterton, untuk ditantang dengan gagasan-gagasannya, untuk melihat kepenuhan pemikirannya, dan untuk diperlakukan dengan sukacita dan kedalaman dari imannya.

He has written, edited, or contributed to more than fifteen books on G. K. Chesterton, including The Apostle of Common Sense, Common Sense 101: Lessons from G. K. Chesterton, The Complete Thinker, and In Defense of Sanity.
Ia telah menulis, mengedit, ataupun berkontribusi pada lebih dari lima belas buku mengenai G. K. Chesterton, termasuk The Apostle of Common Sense, Common Sense 101: Lessons from G. K. Chesterton, The Complete Thinker, dan In Defense of Sanity.

The American Chesterton Society (ACS) is a 501(c)3 non-profit organization co-founded by Dale Ahlquist in 1996 with the mission of promoting interest in the 20th century’s most prolific English author, G. K. Chesterton.
American Chesterton Society (ACS) adalah organisasi nirlaba 501(c)3, dengan Dale Ahlquist sebagai salah seorang pendirinya, yang misinya memajukan minat publik pada seorang penulis Inggris abad ke-20 yang paling produktif, G. K. Chesterton.

On 13 December, G. K. Chesterton would report his death in the New Witness, noting that "He lived long enough to march to the victory which was for him a supreme vision of liberty and the light."
Pada tanggal 13 Desember, G. K. Chesterton melaporkan wafatnya dalam New Witness, menuliskan bahwa, "Ia hidup cukup lama untuk bergerak maju menuju kemenangan yang baginya adalah suatu visi tertinggi akan kebebasan dan sang terang."

Blaise Pascal was an active Christian apologist before the Age of Enlightenment, and in the modern period, Christianity was defended through the efforts of many authors such as G. K. Chesterton and C. S. Lewis, as well as G. E. M. Anscombe.
Blaise Pascal adalah seorang apologet Kristen yang aktif sebelum Abad Pencerahan, dan pada zaman modern, Kekristenan dibela melalui upaya banyak penulis seperti G. K. Chesterton dan C. S. Lewis.

In response to the Industrial Revolution, agrarian writers sought a way between liberty and tradition; William Cobbett, G. K. Chesterton and Hilaire Belloc were main exponents, while the founder of guild socialism, Arthur Penty, and cooperative movement advocate G. D. H. Cole are somewhat related.
Sebagai tanggapan terhadap Revolusi Industri, penulis agraria muncul dengan topik-topik kebebasan dan tradisionalis; William Cobbett, G. K. Chesterton and Hilaire Belloc adalah pelopor utamanya, sedangkan pendiri serikat sosialisme, Arthur Penty, dan gerakan koperasi advokat G. D. H. Cole adalah beberapa tokoh yang juga berkaitan.

An early use of the term neo-medievalism in a sense like Umberto Eco's was in Isaiah Berlin's 1953 "The Hedgehog and the Fox": There is no kinship between him and those who really did believe in the possibility of some kind of return – neo-medievalists from Wackenroder and Görres and Cobbett to G. K. Chesterton, and Slavophils and Distributists and Pre-Raphaelites and other nostalgic romantics; for he believed, as Tolstoy also did, in the exact opposite: in the "inexorable" power of the present moment: in our inability to do away with the sum of conditions which cumulatively determine our basic categories, an order which we can never fully describe or, otherwise than by some immediate awareness of it, come to know.
Makna neo-medievalisme yang dipaparkan Umberto Eco pertama kali digunakan dalam "The Hedgehog and the Fox" karya Isaiah Berlin tahun 1953: Tidak ada keterkaitan antara dia dan mereka yang benar-benar yakin bahwa masa lalu mungkin akan terwujud kembali – kalangan neo-medievalis mulai dari Wackenroder dan Görres dan Cobbett sampai G. K. Chesterton, dan kaum Slavofil dan Distributis dan Pra-Raffaellit dan orang-orang romantis nostalgis lainnya; karena dia meyakini sebaliknya seperti Tolstoy: yakin dengan kekuatan masa kini yang "tak terbendung": yakin dengan ketidakmampuan kita untuk merombak semua kondisi yang menentukan kategori dasar kita, sebuah tatanan yang tidak akan pernah bisa kita jabarkan atau ketahui kecuali dengan menyadarinya secara langsung.