immanent oor Indonesies

immanent

/ˈɪmənənt/ adjektief

Naturally part of something; existing throughout and within something; inherent; integral; intrinsic; indwelling.

Vertalings in die woordeboek Engels - Indonesies

imanen

adjektief

subjektif

adjektief

Soortgelyke frases

immanence
Imanen · imanen

immanency
imanen

voorbeelde

In addition, monists can be Deists, pandeists, theists or panentheists; believing in a monotheistic God that is omnipotent and all-pervading, and both transcendent and immanent.
Sebagai tambahan, penganut monisme dapat juga menjadi penganut Deisme, Pandeisme, Teisme atau Panenteisme; percaya akan suatu Tuhan monoteistis yang mahakuasa dan meliputi semua, dan kekal serta transenden.

God's is pervasive in all that 'He' has created, yet God also extends beyond 'His' creations; God is thus Immanent in His Creation and at the same time Transcends it.
Secara sederhana, Allah adalah pencipta alam pada taraf tingkat kerumitannya, tetapi Allah hanya menanamkan prinsip-prinsip kerja dalam alam.

Shangdi was probably more transcendental than immanent, only working through lesser gods.
Shangdi mungkin lebih bersifat transenden daripada imanen, hanya bekerja melalui Dewa-Dewi yang lebih rendah tingkatnya.

In the philosophy of immanence, divinity is inseparable from the world itself, including a person's mind, and each person's consciousness is locked in the subject.
Dalam filosofi imanensi, ketuhanan tidak dapat dipisahkan dari dunia itu sendiri, termasuk pula pikiran seseorang, dan kesadaran tiap-tiap orang terkunci pada subjek.

Apparently a grand sign of the devil's immanent arrival.
Rupanya tanda agung dari kedatangannya iblis.

He conceived of theology as a form of poetry in which the immanence (presence) of God could be encountered in faith communities.
Ia mengkonsepsikan teologi sebagai suatu bentuk puisi di mana imanensi (kehadiran) Tuhan dapat dijumpai dalam komunitas-komunitas iman.

The terms Father and Son are then used to describe the distinction between the transcendence of God and the incarnation (God in immanence).
Terpujilah Allah Bapa dan Allah Anak dan Allah Roh Kudus; Dari semula hingga sekarang sampai selama-lamanya.

Thus, Jesus has not by any means changed the Kingdom of Heaven into a purely religious experience of the individual human soul or given the Jewish eschatological expectation the sense of an evolutionary process immanent in the world or of a goal attainable by human effort. . . .
Jadi, Yesus sama sekali tidak mengubah Kerajaan Surga menjadi semata-mata suatu pengalaman agama dari jiwa manusia secara perseorangan atau memasukkan ke dalam pengharapan orang-orang Yahudi akan perkara-perkara terakhir, suatu makna tentang proses evolusi yang tetap ada di dunia atau tentang suatu tujuan yang dapat dicapai oleh usaha manusia. . . .

These various evolutions and iterations of creeds—and others to come over the centuries—declared the Father, Son, and Holy Ghost to be abstract, absolute, transcendent, immanent, consubstantial, coeternal, and unknowable, without body, parts, or passions and dwelling outside space and time.
Beragam evolusi dan perubahan kredo ini—dan yang lainnya yang datang dari abad ke abad—menyatakan bahwa Bapa, Putra, dan Roh Kudus sebagai abstrak, mutlak, di atas segalanya, di mana- mana, dapat berubah wujud, kekal bersama, dan tak dapat dikenali, tanpa tubuh, bagian atau nafsu dan bersemayam di luar ruang dan waktu.

For Clement, God is transcendent and immanent.
Basilides memahami Allah yang super-eksistensi, tetapi tidak bereksistensi atau Allah yang absolut.

Many evolutions and iterations of religious creeds have greatly distorted the simple clarity of true doctrine, declaring the Father, Son, and Holy Ghost to be abstract, absolute, transcendent, immanent, consubstantial, coeternal, and unknowable; without body, parts, or passions; and dwelling outside space and time.
Banyak evolusi dan versi kepercayaan agama telah sedemikian mendistorsi kejelasan sederhana dari ajaran sejati, menyatakan Bapa, Putra, dan Roh Kudus adalah abstrak, absolut, sukar dipahami, imanen, konsubstansial, sama kekalnya, dan tidak dapat dikenali; tanpa tubuh, bagian-bagian, atau hasrat; dan tinggal di luar ruang dan waktu.

Isis represented nature as the mother of all things, as a set of truths waiting to be unveiled by science, as a symbol of the pantheist concept of an anonymous, enigmatic deity who was immanent within nature, or as an awe-inspiring sublime power that could be experienced through ecstatic mystery rites.
Isis melambangkan alam sebagai ibu dari segala hal, sebagai kebenaran-kebenaran yang akan ditemukan oleh sains, sebagai simbol konsep panteis dari seorang dewa yang anonim, penuh teka-teki dan imanen, atau sebagai kekuatan agung yang menakjubkan dan dapat dirasakan melalui ritus-ritus misteri yang bersifat ekstatik.

“In the New Testament there is no reflective consciousness of the metaphysical nature of God (‘immanent trinity’), nor does the New Testament contain the technical language of later doctrine (hupostasis, ousia, substantia, subsistentia, prosōpon, persona). . . .
”Dalam Perjanjian Baru tidak tercermin kesadaran tentang sifat metafisik Allah (’tritunggal yang selalu hadir di mana-mana’), Perjanjian Baru juga tidak memuat bahasa teknis tentang doktrin yang kemudian (hupostasis, ousia, substantia, subsistentia, prosōpon, persona). . . .

Culture is immanent within human conduct and the patterns of action that emerge through its intersubjectivity.
Budaya bersifat imanen dalam perilaku manusia dan pola-pola tindakan muncul melalui inter-subyektivitas manusia.

Moreover, all geometric notions immanent to a Euclidean space can be characterized in terms of its metric.
Lebih jauhnya, semua pengertian geometris yang tetap melekat pada ruang euklidean dapat dikarakterisasi dalam suku-suku metriknya.