David Hume oor Indonesies

David Hume

naamwoord

Scottish philosopher skeptical philosophy restricted human knowledge to that which can be perceived by the senses (1711-1776)

Vertalings in die woordeboek Engels - Indonesies

David Hume

naamwoord

He then quoted the words of 18th-century Scottish philosopher David Hume, who wrote: “A miracle is a violation of the laws of nature.”
Ia kemudian mengutip kata-kata filsuf abad ke-18 asal Skotlandia, David Hume, yang menulis, ”Mukjizat adalah pelanggaran terhadap hukum alam.”

Hume

naamwoord

He then quoted the words of 18th-century Scottish philosopher David Hume, who wrote: “A miracle is a violation of the laws of nature.”
Ia kemudian mengutip kata-kata filsuf abad ke-18 asal Skotlandia, David Hume, yang menulis, ”Mukjizat adalah pelanggaran terhadap hukum alam.”

voorbeelde

13 And what about “prodigious events” that have happened since David Hume’s day?
13 Dan bagaimana dengan ’kejadian-kejadian menakjubkan’ yang telah terjadi sejak zaman David Hume?

Also in the 18th century, David Hume criticised teleological arguments for religion.
Pada abad ke-18, David Hume mengkritik argumen teleologis untuk agama.

The most important compatibilist in the history of the philosophy was David Hume.
Tokoh kompatibilis yang paling penting dalam sejarah filsafat adalah David Hume.

Notable supporters of this school of thought include Scottish empiricist David Hume and American bioethicist Jacob Appel.
Pendukung terkemuka untuk aliran pemikiran ini di antaranya pakar empiris Skotlandia David Hume dan pakar bioetika Amerika Jacob Appel.

What are two other reasons put forward by David Hume to disclaim the possibility of miracles?
Apa dua alasan lain yang dikemukakan oleh David Hume untuk menolak kemungkinan terjadinya mukjizat?

David Hume would have made an excellent venture capitalist.
David Hume pasti akan menjadi penanam modal yang hebat.

He was merely following his friend David Hume’s advice: “Be a philosopher.
Dia hanya menuruti saran temannya David Hume: “Jadilah seorang filsuf.

Dialogues Concerning Natural Religion is a philosophical work by the Scottish philosopher David Hume.
Dialogues Concerning Natural Religion adalah karya filsafat yang ditulis oleh filsuf Skotlandia David Hume.

What things are commonplace today that would have seemed miraculous to David Hume?
Hal-hal apa yang sekarang sudah lazim, yang pasti kelihatannya ajaib bagi David Hume?

Two centuries ago, the Scottish philosopher David Hume had the same problem.
Dua abad yang lalu, filsuf Skotlandia David Hume mengalami masalah yang sama.

In 1750, Smith met the philosopher David Hume, who was his senior by more than a decade.
Pada sekitar tahun 1750 dia bertemu filusuf David Hume, yang merupakan seniornya terpaut sepuluh tahun.

David Hume’s six-volume History of England, hardly light reading, was a huge bestseller in Scotland.
Enam jilid History of England karya David Hume, sama sekali bukan bacaan yang ringan, sangat laris di Skotlandia.

David Hume also lost his father as an infant; Adam Smith’s father died before Adam was born.
David Hume juga kehilangan ayah sewaktu bayi; ayah Adam Smith meninggal sebelum Adam lahir.

What was David Hume’s third objection to the idea of miracles?
Apa keberatan ketiga dari David Hume terhadap kemungkinan adanya mukjizat?

“Take Adam Smith and David Hume.”
“Contohnya Adam Smith dan David Hume.”

Louis Loeb writes that David Hume, in his Enquiry, "insists that inductive inference cannot justify belief in extended objects".
Louis Loeb menulis bahwa David Hume, dalam Enquiry (Penyelidikan) miliknya, "menegaskan bahwa kesimpulan induktif tidak dapat membenarkan keyakinan pada bendaterekstensi."

David Hume, in the mid-18th century, referred to the teleological argument in his A Treatise of Human Nature.
David Hume, di pertengahan abad XVIII, merujuk pada argumen teleologis dalam A Treatise of Human Nature (Sebuah Risalah dari Sifat Manusia).

Scottish Enlightenment philosopher David Hume contended that meaningful statements about the universe are always qualified by some degree of doubt.
Filsuf zaman Pencerahan asal Skotlandia, David Hume berpendapat bahwa pernyataan yang berarti tentang alam semesta selalu dikualifikasi oleh suatu tingkat keraguan.

Again, to the Scottish Enlightenment, for those words could just as easily have come from the mouth of David Hume.
Sekali lagi, ke masa Pencerahan Skotlandia sebab kata-kata itu bisa saja keluar dari mulut David Hume.

What is one line of reasoning that the Scottish philosopher David Hume used in an effort to prove that miracles do not happen?
Apakah salah satu penalaran yang digunakan oleh filsuf Skotlandia David Hume dalam upaya untuk membuktikan bahwa mukjizat tidak pernah terjadi?

He then quoted the words of 18th-century Scottish philosopher David Hume, who wrote: “A miracle is a violation of the laws of nature.”
Ia kemudian mengutip kata-kata filsuf abad ke-18 asal Skotlandia, David Hume, yang menulis, ”Mukjizat adalah pelanggaran terhadap hukum alam.”

For example, the 18th century philosopher David Hume—not accepting that there is a Creator—could offer no explanation for the complex biological design on earth.
Misalnya, filsuf abad ke-18, David Hume—yang tidak menerima adanya Pencipta—tidak dapat menjelaskan rancangan biologi yang rumit di bumi.

7 The truth is, educated people today are less prepared than was David Hume to insist that the familiar laws of nature hold true everywhere and at all times.
7 Sesungguhnya, dibanding dengan David Hume, orang-orang terpelajar dewasa ini kurang setuju untuk berkukuh bahwa hukum alam yang kita kenal berlaku di manapun dan pada segala zaman.

“I am apt to suspect all negroes, and in general all other species of men to be naturally inferior to the white,” wrote 18th-century Scottish philosopher David Hume.
”Saya cenderung untuk curiga bahwa semua orang negro, dan pada umumnya semua spesies lain dari manusia secara alami lebih rendah daripada orang-orang kulit putih,” tulis seorang filsuf Skotlandia abad ke-18 bernama David Hume.

In Of the Standard of Taste, an essay by David Hume, the Quran is described as an "absurd performance" of a "pretended prophet" who lacked "a just sentiment of morals."
Dalam Of the Standard of Taste, esai oleh David Hume, Quran digambarkan sebagai "kinerja yang absurd" dari "nabi gadungan" yang tidak punya "sentimen atau moral yang adil."